
Blambangan, Lidikkrimsus.co.id -Mesatya / Pati Obong, Praktik Membakar Diri dengan Sukarela di era Jawa Kuno.
Tercatat dalam Yingyai Shenglan ketika Cheng Ho mengunjungi Jawa, salah satu pengawal nya adalah Ma Huan yg memcatat peristiwa” di Jawa pada masa Lampau.
Dalam Catatannya ia mencatat bahwa ada salah satu praktik yg terbilang cukup mengerikan, sesih, haru dan bercampur dengan romantisme. Ialah Mesatia / Pati Obong yg dilakukan oleh Istri dan Selir Bangsawan ketika meninggal dalam upacara Pitra Yadnya Pengabenan ( Kremasi Pembakaran Jenazah )
Jasad Raja yg disungsung dengan Pagoda Bertingkat ( Bade ) diarak dibawa ke tanah lapang. Dan dibakar dalam wadah berbentuk lembu seperti yg terukir dalam relief Candi Jago.
Beberapa perempuan yg mana ialah selir Raja, juga ikut disungsung ber arak arakan.
Ketika Jenazah seorang Raja / Bangsawan di Bakar, wanita” tersebut bergiliran menaiki tangga menara yg terbuat dari Bambu menyerupai jembatan yg putus.
Perempuan itu berdiri lama diatas sebelum akhirnya menceburkan diri kedalam kobaran api bersama jenazah suaminya yg terbakar.
Praktik Pati Obong ini terakhir tercatat dilakukan di Bali pada tahun 1903. Dan pada tahun 1905 praktik ini dihapuskan.
Pati Obong terbesar yg pernah tercatat oleh Rafles dalam buku History Of Java, terjadi di Jawa, yaitu di ujung timur pulau jawa yg disebut dengan Blambangan ( sekarang Banyuwangi )
Pada saat upacara ngaben Raja Tawang Alun yg memiliki 400 selir. 270 perempuan diantara nya ikut menyeburkan diri secara sukarela sebagai bentuk kesetiaan terhadap suaminya.
Candi Jago juga menampilkan Sastra Kematian Bunuh Diri yg dilakukan oleh Istri Angling Dharma.
Ada yg pernah nonton series Angkling Dharma dulu ?
Dalam series tersebut juga ditampilkan praktik Mesatia / Pati Obong.